ASUHAN KEPERAWATAN ANAK
PADA AN . M DENGAN BRONKOPNEUMONIA
DI RUANG DAHLIA 3 RSU TIDAR KOTA MAGELANG
NAMA : ANDRI SUBIYANTORO
NIM : P1337420720018
KELAS : BETTY NEUMAN
POLITEKNIK KESEHATAN
KEMENTERIAN KESEHATAN SEMARANG PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN
MAGELANG
2022
Konsep Dasar Bronchopneumonia
1.
Pengertian Bronkopneumonia
Bronkopneumonia adalah istilah medis yang digunakan
untuk menyatakan peradangan
yang terjadi pada dinding bronkiolus dan jaringan paru di sekitarnya. Bronkopeumonia dapat disebut sebagai
pneumonia lobularis karena peradangan yang terjadi pada parenkim paru bersifat terlokalisir pada bronkiolus berserta
alveolus di sekitarnya (Muhlisin, 2017).
Bronkopneumonia adalah peradangan umum
dari paru-paru, juga disebut sebagai
pneumonia bronkial, atau pneumonia lobular. Peradangan dimulai dalam tabung bronkial
kecil bronkiolus, dan tidak teratur
menyebar ke alveoli
peribronchiolar dan saluran
alveolar (PDPI Lampung
& Bengkulu, 2017).
2.
Etiologi
Menurut
Nurarif & Kusuma (2015) secara umum bronkopneumonia diakibatkan penurunan mekanisme pertahanan tubuh terhadap
virulensi organisme patogen.
Orang normal dan sehat memiliki
mekanisme pertahanan tubuh terhadap organ pernafasan yang terdiri atas
reflek glotis dan batuk, adanya
lapisan mukus, gerakan silia yang menggerakkan kuman keluar dari organ dan sekresi humoral
setempat.Timbulnya bronkopneumonia disebabkan oleh bakteri virus dan jamur, antara lain :
i.
Bakteri : Streptococcus, Staphylococcus, H. Influenzae,
Klebsiella
ii.
Virus : Legionella Pneumoniae
iii.
Jamur : Aspergillus Spesies, Candida Albicans
iv.
Aspirasi makanan, sekresi
orofaringeal atau isi lambung
kedalam paru
v.
Terjadi karena kongesti
paru yang lama
Bronkopneumonia merupakan
infeksi sekunder yang biasanya disebabkan oleh virus penyebab
Bronkopneumonia yang masuk ke saluran
pernafasan sehingga terjadi peradangan bronkus dan alveolus. Inflamasi bronkus ini ditandai dengan adanya
penumpukan sekret, sehingga terjadi demam,
batuk produktif, ronchi positif dan mual. Bila penyebaran kuman sudah mencapai alveolus maka komplikasi yang terjadi adalah kolaps alveoli,
fibrosis, emfisema dan atelektasis.Kolaps alveoli akan mengakibatkan penyempitan jalan napas, sesak napas, dan napas ronchi. Fibrosis bisa menyebabkan penurunan
fungsi paru dan penurunan produksi
surfaktan sebagai pelumas
yang berpungsi untuk melembabkan rongga fleura. Emfisema
(tertimbunnya cairan atau pus dalam rongga paru) adalah tindak lanjut
dari pembedahan. Atelektasis mengakibatkanpeningkatan frekuensi napas,
hipoksemia,acidosis respiratori, pada klien terjadi sianosis, dispnea dan
kelelahan yang akan mengakibatkan terjadinya gagal napas (PDPI Lampung
& Bengkulu, 2017)
3. Klasifikasi
Pembagian pneumonia
sendiri pada dasarnya
tidak ada yang memuaskan, dan pada
umumnya pembagian berdasarkan anatomi dan etiologi. Beberapa ahli telah membuktikan
bahwa pembagian pneumonia berdasarkan etiologi
terbukti secara klinis
dan memberikan terapi
yang lebih relevan (Bradley, 2011). Berikut ini klasifikasi pneumonia
sebagai berikut :
i. Berdasarkan lokasi lesi di
paru yaitu pneumonia lobaris, pneumonia interstitialis, bronkopneumonia
ii.Berdasarkan asal infeksi
yaitu pneumonia yang didapat dari masyarakat (community acquired pneumonia
= CAP). Pneumonia
yang didapat dari rumah sakit (hospital-based pneumonia).
iii. Berdasarkan mikroorganisme penyebab yaitu pneumonia
bakteri, pneumonia virus, pneumonia mikoplasma, dan pneumonia jamur
iv. Berdasarkan karakteristik penyakit yaitu pneumonia
tipikal dan pneumonia atipikal
v.Berdasarkan lama penyakit
yaitu Pneumonia akut dan Pneumonia
persisten
4. Manifestasi Klinis Bronchopneumonia
Manifestasi klinis dari bronchopneumonia yaitu(Riyadi & Sukarmin,
2019):
a.
Biasanya didahului
dengan infeksi saluran pernafasan atas selama beberapa
hari
b.
Demam (390-400C) kadang-kadang disertai dengan kejang karena demam yang tinggi
c.
Anak sangat gelisah,
adanya nyeri dada yang terasa ditusuk-tusuk, yang dicetuskan oleh bernafas
dan batuk
d.
Pernafasan cepat dan
dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan sianosis sekitar hidung dan mulut
e.
Kadang-kadang disertai muntah dan diare
f.
Adanya bunyi tambahan
pernafasan seperti ronchi
5.
Anatomi Fisiologi
Menurut Syaifuddin (2016) secara umum
sistem respirasi dibagi menjadi
saluran nafas bagian atas, saluran nafas bagian bawah, dan paru- paru.
a.
Saluran pernapasan bagian atas
Saluran pernapasan bagian atas berfungsi menyaring, menghangatkan, dan melembapkan udara yang terhirup.
Saluran pernapasan
ini terdiri atas sebagai berikut
:
Gambar 2.1
Anatomi Fisiologi Sistem
Pernapasan
Sumber : (Syaifuddin, 2016)
Gambar 2.2
Anatomi Fisiologi Pernapasan Atas
Sumber : (Syaifuddin, 2016)
1) Hidung
Hidung (nasal) merupakan organ
tubuh yang berfungsi sebagai alat pernapasan
(respirasi) dan indra penciuman (pembau). Bentuk dan struktur hidung menyerupai piramid atau kerucut dengan alasnya pada prosesus palatinus osis maksilaris
dan pars horizontal osis palatum.
2)
Faring
Faring
(tekak) adalah suatu saluran otot selaput kedudukannya tegak lurus antara basis kranii dan vertebrae servikalis VI.
3)
Laring (Tenggorokan)
Laring
merupakan saluran pernapasan setelah faring yang terdiri atas bagian dari tulang rawan yang diikat bersama ligamen dan membran, terdiri atas dua lamina
yang bersambung di garis tengah.
4)
Epiglotis
Epiglotis
merupakan katup tulang rawan yang bertugas membantu menutup laring pada saat
proses menelan.
Saluran pernapasan bagian bawah
Saluran pernapasan bagian bawah berfungsi
mengalirkan udara
dan memproduksi surfaktan, saluran ini terdiri atas sebagai berikut:
1. Trakea
Trakea
atau disebut sebagai batang tenggorok, memiliki panjang kurang lebih sembilan sentimeter yang dimulai dari laring sampai kira-kira
ketinggian vertebra torakalis
kelima. Trakea tersusun
atas enam belas sampai dua puluh lingkaran
tidak lengkap berupa
cincin, dilapisi selaput lendir yang terdiri atas epitelium bersilia yang dapat mengeluarkan debu atau benda asing.
2.
Bronkus
Bronkus merupakan
bentuk percabangan atau kelanjutan dari trakea yang terdiri atas dua percabangan kanan dan kiri. Bagian
kanan lebih pendek dan lebar yang daripada
bagian kiri yang memiliki tiga
lobus atas, tengah, dan bawah, sedangkan bronkus kiri lebih panjang dari bagian kanan yang berjalan dari lobus
atas dan bawah.
3.
Bronkiolus
Bronkiolus merupakan percabangan setelah bronkus.
ii.
Paru-paru
Paru merupakan organ utama dalam sistem pernapasan. Paru terletak dalam
rongga toraks setinggi tulang selangka sampai dengan diafragma. Paru terdiri atas beberapa lobus yang diselaputi oleh pleura parietalis dan pleura viseralis, serta dilindungi oleh cairan pleura
yang berisi cairan
surfaktan. Paru kanan terdiri dari tiga lobus dan paru kiri
dua lobus.
Paru
sebagai alat pernapasan terdiri atas dua bagian, yaitu paru kanan dan kiri. Pada bagian tengah organ ini terdapat organ jantung beserta pembuluh darah yang
berbentuk yang bagian puncak disebut
apeks. Paru memiliki jaringan yang bersifat elastis berpori, serta berfungsi
sebagi tempat pertukaran gas oksigen
dan karbon dioksida yang dinamakan alveolus.
6. Patofisiologi
Sebagian besar penyebab dari bronkopneumonia ialah mikroorganisme
(jamur, bakteri, virus) awalnya mikroorganisme masuk melalui percikan ludah (droplet) invasi ini dapat masuk kesaluran
pernafasan atas dan menimbulkan reaksi imonologis dari tubuh. reaksi ini menyebabkan peradangan, dimana ketika terjadi peradangan ini tubuh menyesuaikan diri maka timbulah gejala demam pada penderita.
Reaksi peradangan ini dapat menimbulkan sekret, semakin lama sekret semakin
menumpuk di bronkus
maka aliran bronkus
menjadi semakin sempit dan
pasien dapat merasa sesak. Tidak hanya terkumpul dibronkus lama-kelamaan sekret dapat sampai ke alveolus
paru dan mengganggu sistem pertukaran gas di
paru.Tidak hanya menginfeksi saluran nafas, bakteri
ini juga dapat menginfeksi
saluran cerna ketika ia terbawa oleh darah. Bakteri ini dapat membuat flora normal dalam usus menjadi
agen patogen sehingga timbul masalah pencernaan.
Dalam keadaan sehat, pada paru tidak akan terjadi
pertumbuhan mikroorganisme,
keadaan ini disebabkan adanya mekanisme pertahanan paru. Terdapatnya bakteri didalam paru menunjukkan adanya
gangguan daya tahan tubuh, sehingga
mikroorganisme dapat berkembang biak dan mengakibatkan timbulnya
infeksi penyakit. Masuknya
mikroorganisme ke dalam
saluran nafas dan paru dapat melalui berbagai cara, antara lain inhalasi
langsung dari udara, aspirasi dari bahan-bahan yang ada di nasofaring dan orofaring serta perluasan langsung
dari tempat-tempat lain, penyebaran secara hematogen
(Nurarif & Kusuma,
2015).Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat melalui jalan
nafas sampai ke alveoli yang menyebabkan radang pada dinding alveoli dan jaringan sekitarnya. Setelah itu mikroorganisme
tiba di alveoli membentuk
suatu proses peradangan yang meliputi
empat stadium, yaitu (Bradley, 2011):
1.
Stadium I/Hiperemia (4-12 jam pertama
atau stadium kongesti).
Pada stadium I, disebut hiperemia
karena mengacu pada respon peradangan
permulaan yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi.
Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan
mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin
dan prostaglandin.
2.
Stadium II/Hepatisasi Merah (48 jam berikutnya)
Pada stadium II, disebut hepatitis
merah karena terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai bagian dari reaksi peradangan.
Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit
dan cairan sehingga
warna paru
menjadi merah dan pada perabaan seperti
hepar, pada stadium ini udara alveoli
tidak ada atau sangat minimal sehingga orang dewasa akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat,
yaitu selama 48 jam.
3.
Stadium III/ Hepatisasi
Kelabu (3-8 hari berikutnya)
Pada stadium III/hepatisasi kelabu yang
terjadi sewaktu sel- sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada
stadium ini eritrosit di alveoli mulai
di reabsorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat
kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami
kongesti.
4.
Stadium IV/Resolusi (7-11 hari berikutnya)
Pada
stadium IV/resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan mereda,
sisa-sisa sel fibrin dan eksudat
lisis dan diabsorpsi oleh makrofag sehingga jaringan
kembali ke strukturnya semula.