Friday, 10 March 2023

Laporan pendahuluan Askep Anak Bronkopneumonia (BRPN)

 

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK

PADA AN . M DENGAN BRONKOPNEUMONIA

DI RUANG DAHLIA 3 RSU TIDAR KOTA MAGELANG



 

 

 

NAMA       : ANDRI SUBIYANTORO

NIM            : P1337420720018

KELAS      : BETTY NEUMAN

 

 

 

 

 

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN SEMARANG PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN MAGELANG

2022

 

 

 

 

 

 

 

Konsep Dasar Bronchopneumonia

 

1.       Pengertian Bronkopneumonia

Bronkopneumonia adalah istilah medis yang digunakan untuk menyatakan peradangan yang terjadi pada dinding bronkiolus dan jaringan paru di sekitarnya. Bronkopeumonia dapat disebut sebagai pneumonia lobularis karena peradangan yang terjadi pada parenkim paru bersifat terlokalisir pada bronkiolus berserta alveolus di sekitarnya (Muhlisin, 2017).

Bronkopneumonia adalah peradangan umum dari paru-paru, juga disebut sebagai pneumonia bronkial, atau pneumonia lobular. Peradangan dimulai dalam tabung bronkial kecil bronkiolus, dan tidak teratur menyebar ke alveoli peribronchiolar dan saluran alveolar (PDPI Lampung & Bengkulu, 2017).

2.     Etiologi

                    Menurut Nurarif & Kusuma (2015) secara umum bronkopneumonia diakibatkan penurunan mekanisme pertahanan tubuh terhadap virulensi organisme patogen. Orang normal dan sehat memiliki mekanisme pertahanan tubuh terhadap organ pernafasan yang terdiri atas reflek glotis dan batuk, adanya lapisan mukus, gerakan silia yang menggerakkan kuman keluar dari organ dan sekresi humoral setempat.Timbulnya bronkopneumonia disebabkan oleh bakteri virus dan jamur, antara lain :

                        i.          Bakteri : Streptococcus, Staphylococcus, H. Influenzae, Klebsiella

                      ii.          Virus : Legionella Pneumoniae

                    iii.          Jamur : Aspergillus Spesies, Candida Albicans

                    iv.          Aspirasi makanan, sekresi orofaringeal atau isi lambung kedalam paru

                       v.          Terjadi karena kongesti paru yang lama

Bronkopneumonia merupakan infeksi sekunder yang biasanya disebabkan oleh virus penyebab Bronkopneumonia yang masuk ke saluran pernafasan sehingga terjadi peradangan bronkus dan alveolus. Inflamasi bronkus ini ditandai dengan adanya penumpukan sekret, sehingga terjadi demam, batuk produktif, ronchi positif dan mual. Bila penyebaran kuman sudah mencapai alveolus maka komplikasi yang terjadi adalah kolaps alveoli, fibrosis, emfisema dan atelektasis.Kolaps alveoli akan mengakibatkan penyempitan jalan napas, sesak napas, dan napas ronchi. Fibrosis bisa menyebabkan penurunan fungsi paru dan penurunan produksi surfaktan sebagai pelumas yang berpungsi untuk melembabkan rongga fleura. Emfisema (tertimbunnya cairan atau pus dalam rongga paru) adalah tindak lanjut dari pembedahan. Atelektasis mengakibatkanpeningkatan frekuensi napas, hipoksemia,acidosis respiratori, pada klien terjadi sianosis, dispnea dan kelelahan yang akan mengakibatkan terjadinya gagal napas (PDPI Lampung & Bengkulu, 2017)

3.       Klasifikasi

 Pembagian pneumonia sendiri pada dasarnya tidak ada yang memuaskan, dan pada umumnya pembagian berdasarkan anatomi dan etiologi. Beberapa ahli telah membuktikan bahwa pembagian pneumonia berdasarkan etiologi terbukti secara klinis dan memberikan terapi yang lebih relevan (Bradley, 2011). Berikut ini klasifikasi pneumonia sebagai berikut :

                        i. Berdasarkan lokasi lesi di paru yaitu pneumonia lobaris, pneumonia interstitialis, bronkopneumonia

                      ii.Berdasarkan asal infeksi yaitu pneumonia yang didapat dari masyarakat (community acquired pneumonia = CAP). Pneumonia yang didapat dari rumah sakit (hospital-based pneumonia).

                    iii. Berdasarkan mikroorganisme penyebab yaitu pneumonia bakteri, pneumonia virus, pneumonia mikoplasma, dan pneumonia jamur

                    iv. Berdasarkan karakteristik penyakit yaitu pneumonia tipikal dan pneumonia atipikal

                       v.Berdasarkan lama penyakit yaitu Pneumonia akut dan Pneumonia persisten

 

4.       Manifestasi Klinis Bronchopneumonia

 

            Manifestasi klinis dari bronchopneumonia yaitu(Riyadi & Sukarmin, 2019):

a.              Biasanya didahului dengan infeksi saluran pernafasan atas selama beberapa hari

b.             Demam (390-400C) kadang-kadang disertai dengan kejang karena demam yang  tinggi

c.              Anak sangat gelisah, adanya nyeri dada yang terasa ditusuk-tusuk, yang dicetuskan oleh bernafas dan batuk

d.              Pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan sianosis sekitar hidung dan mulut

e.              Kadang-kadang disertai muntah dan diare

f.               Adanya bunyi tambahan pernafasan seperti ronchi

 

 

 

5.       Anatomi Fisiologi

Menurut Syaifuddin (2016) secara umum sistem respirasi dibagi menjadi saluran nafas bagian atas, saluran nafas bagian bawah, dan paru- paru.

a.       Saluran pernapasan bagian atas Saluran pernapasan bagian atas berfungsi menyaring, menghangatkan, dan   melembapkan udara yang terhirup.

Saluran pernapasan ini terdiri atas sebagai berikut :


Gambar 2.1

Anatomi Fisiologi Sistem Pernapasan

Sumber : (Syaifuddin, 2016)


 

Gambar 2.2

Anatomi Fisiologi Pernapasan Atas

Sumber : (Syaifuddin, 2016)

 

 

 

1)      Hidung

Hidung (nasal) merupakan organ tubuh yang berfungsi sebagai alat  pernapasan (respirasi) dan indra penciuman (pembau). Bentuk dan struktur hidung menyerupai piramid atau kerucut dengan alasnya pada prosesus palatinus osis maksilaris dan pars horizontal osis palatum.

2)      Faring

       Faring (tekak) adalah suatu saluran otot selaput kedudukannya tegak lurus antara basis kranii dan vertebrae servikalis VI.

3)      Laring (Tenggorokan)

       Laring merupakan saluran pernapasan setelah faring yang terdiri atas bagian dari tulang rawan yang diikat bersama ligamen dan membran, terdiri atas dua lamina yang bersambung di garis tengah.

4)      Epiglotis

       Epiglotis merupakan katup tulang rawan yang bertugas membantu menutup laring pada saat proses menelan.

Saluran pernapasan bagian bawah

       Saluran pernapasan bagian bawah berfungsi mengalirkan udara               dan  memproduksi surfaktan, saluran ini terdiri atas sebagai berikut:

1.    Trakea

       Trakea atau disebut sebagai batang tenggorok, memiliki panjang kurang lebih sembilan sentimeter yang dimulai dari laring sampai kira-kira ketinggian vertebra torakalis kelima. Trakea tersusun atas enam belas sampai dua puluh lingkaran tidak lengkap berupa cincin, dilapisi selaput lendir yang terdiri atas epitelium bersilia yang dapat mengeluarkan debu atau benda asing.

2.                   Bronkus

       Bronkus merupakan bentuk percabangan atau kelanjutan dari trakea yang terdiri atas dua percabangan kanan dan kiri. Bagian kanan lebih pendek dan lebar yang daripada bagian kiri yang memiliki tiga lobus atas, tengah, dan bawah, sedangkan bronkus kiri lebih panjang dari bagian kanan yang berjalan dari lobus atas dan bawah.


3.                   Bronkiolus

       Bronkiolus merupakan percabangan setelah bronkus.

ii.                   Paru-paru

       Paru merupakan organ utama dalam sistem pernapasan. Paru terletak dalam rongga toraks setinggi tulang selangka sampai dengan diafragma. Paru terdiri atas beberapa lobus yang diselaputi oleh pleura parietalis dan pleura viseralis, serta dilindungi oleh cairan pleura yang berisi cairan surfaktan. Paru kanan terdiri dari tiga lobus dan paru kiri dua lobus.

       Paru sebagai alat pernapasan terdiri atas dua bagian, yaitu paru kanan dan kiri. Pada bagian tengah organ ini terdapat organ jantung beserta pembuluh darah yang berbentuk yang bagian puncak disebut apeks. Paru memiliki jaringan yang bersifat elastis berpori, serta berfungsi sebagi tempat pertukaran gas oksigen dan karbon dioksida yang dinamakan alveolus.

6.       Patofisiologi

 

Sebagian besar penyebab dari bronkopneumonia ialah mikroorganisme (jamur, bakteri, virus) awalnya mikroorganisme masuk melalui percikan ludah (droplet) invasi ini dapat masuk kesaluran pernafasan atas dan menimbulkan reaksi imonologis dari tubuh. reaksi ini menyebabkan peradangan, dimana ketika terjadi peradangan ini tubuh menyesuaikan diri maka timbulah gejala demam pada penderita.

     Reaksi peradangan ini dapat menimbulkan sekret, semakin lama sekret semakin menumpuk di bronkus maka aliran bronkus menjadi semakin sempit dan pasien dapat merasa sesak. Tidak hanya terkumpul dibronkus lama-kelamaan sekret dapat sampai ke alveolus paru dan mengganggu sistem pertukaran gas di paru.Tidak hanya menginfeksi saluran nafas, bakteri ini juga dapat menginfeksi saluran cerna ketika ia terbawa oleh darah. Bakteri ini dapat membuat flora normal dalam usus menjadi agen patogen sehingga timbul masalah pencernaan.

Dalam keadaan sehat, pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan mikroorganisme, keadaan ini disebabkan adanya mekanisme pertahanan paru. Terdapatnya bakteri didalam paru menunjukkan adanya gangguan daya tahan tubuh, sehingga mikroorganisme dapat berkembang biak dan mengakibatkan timbulnya infeksi penyakit. Masuknya mikroorganisme ke dalam saluran nafas dan paru dapat melalui berbagai cara, antara lain inhalasi langsung dari udara, aspirasi dari bahan-bahan yang ada di nasofaring dan orofaring serta perluasan langsung dari tempat-tempat lain, penyebaran secara hematogen (Nurarif & Kusuma, 2015).Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat melalui jalan nafas sampai ke alveoli yang menyebabkan radang pada dinding alveoli dan jaringan sekitarnya. Setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu proses peradangan yang meliputi empat stadium, yaitu (Bradley, 2011):

1.      Stadium I/Hiperemia (4-12 jam pertama atau stadium kongesti).

Pada stadium I, disebut hiperemia karena mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin.

2.      Stadium II/Hepatisasi Merah (48 jam berikutnya)

Pada stadium II, disebut hepatitis merah karena terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan sehingga warna paru


menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga orang dewasa akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.

3.      Stadium III/ Hepatisasi Kelabu (3-8 hari berikutnya)

Pada stadium III/hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel- sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai di reabsorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.

4.      Stadium IV/Resolusi (7-11 hari berikutnya)

Pada stadium IV/resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorpsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.

 

 


 

 

 

 


 

 

 

 

 

 


 

 

 

ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK DENGAN HIPERTENSI

  DOKUMENTASI ASUHAN KEPERAWATAN   Tanggal pengkajian      : 20 November 2023 Diagnosa                     : Hipertensi Pengkaji...