cerpen cinta motivasi buat yang lagi galau
Perkenalkan, namaku nur anasta zian, aku anak SMP yang sekarang sudah kelas 3, aku punya pacar bernama ahmad fauzan handika, dia juga kelas 3 namun kami berbeda kelas, satu hal yang paling kusuka darinya ialah sifat cueknya, tapi berbalut perhatian yang lebih.
Hari sabtu ini, kami masih belum diberikan pelajaran karena ulangan semester 2 telah selesai, tinggal nunggu hasil pengumuman.
Di kelas hanya sedikit siswa yang hadir, Cuma ada Rista, mira, tina, dan fira yang sibuk mengobrol di samping jendela, di paling sudut ada fikran yang sedang membaca entah itu apa, di sampingnya ada reski yang sedang tidur, serta saldi dan nurul yang sedang bermesraan, sedang aku duduk bersama fauzan di depan meja guru.
Aku terduduk lemas di samping fauzan, dan menjulurkan tanganku kedepan diikuti kepalaku yang menatap ke papan tulis, ku tengok dia, dia sedang menikmati musiknya sendiri dengan earphone yang terpasang di telinganya sambil terus menutup mata, ku senggol lengannya.
“ada apa?” tanyanya sambil melepaskan earphone.
“denger lagu apa?”
“hanya lagu kenangan kita dulu” jawabnya tersenyum menggodaku
“apaan sih” seruku membuatku merah malu
“mau denger?”
“nggak ah, males” jawabku santai
“mau minum nggak?”
“umm… ya deh?”
“baiklah tunggu disini” fauzan bangkit dan berlalu keluar kelas.
Kuambil earphone itu dan memasangnya di telingaku, memang lagu yang sering kami nyanyikan bersama, aku tersenyum menikmatinya…
Tanpa sadar mataku tertutup dan kantuk menyerangku…
Aku terbangun sambil mengucek ngucek mataku
“mmm kemana semua orang?” batinku dalam hati, sambil menengok ke belakang
“udah bangun?”
Aku tersentak kaget melihat fauzan duduk di dekatku sambil membaca buku
“mereka sudah pulang” sahutnya kembali
“memang ini sudah jam berapa?” tanyaku, dan melirik jam tanganku, astaga… sekarang sudah jam 02.37
“kenapa kau tak membangunkanku?” tanyaku lebih lanjut
“aku lihat kamu lelah, jadi kubiarkan saja” ujarnya tanpa nada bersalah
“haduuh…” risauku
“tenang saja, aku tadi nyuruh rista menelpon ibumu, kalau kamu bakalan pulang telat” jelasnya
“ahh… makasih” senyumku
“maaf soft drinknya sudah dingin” sahutnya, melirik seakan menunjuk soft drink yang ada di sudut mejaku
“nggak apa apa kok, makasih”
“mmm… satu hal lagi, rista mengadakan acara rekreasi khusus anak kelas 3 besok, kau mau ikut?”
“mmm… entahlah, kamu sendiri mau ikut?”
“jika kamu pergi, aku akan ikut”
“baiklah… kita pergi bersama” aku membuka penutup soft drink itu, ughh keras
“sini” dengan mudahnya fauzan membuka tutup kaleng sprite tersebut
“makasih?” senyumku malu
“inilah kenapa aku harus pergi denganmu, tutup kaleng aja nggak bisa kamu buka” sindirnya tanpa raut muka yang mengejek
Aku malu mendengarnya, kuminum soft drink itu sampai setengahnya, kemudian diam menyelimuti ruang kelas…
Aku berdiri dan berjalan keluar kelas
“kamu mau kemana?” tanyanya heran
“mencari udara segar” jawabku, menoleh padanya
“tunggu…” fauzan memasukkan buku yang dibacanya serta earphone yang masih terletak di atas meja.
“ayo” sahutnya mendekatiku, aku hanya tersenyum melihatnya
“kenapa? ada yang salah?” tanyanya heran
“tak ada, hanya saja…” sengaja kupotong kata-kata ku, aku tertawa kecil melihatnya keheranan, ternyata muka datar itu bisa berubah juga
“hanya saja apa?” sambungnya heran
“hanya saja kau lucu” aku menahan tawaku, untuk tidak membuatnya kembali seperti semula
“kita sebaiknya pulang” senyumnya
Aku tersenyum dan melihatnya
“baiklah, selamat tinggal” aku berjalan mulai cepat dan mendahuluinya
“tunggu…” serunya
Aku menghentikan langkahku dan menoleh ke belakang, melihatnya tertunduk
“jangan pernah kau katakan itu lagi” aura dingin mulai terasa di sekitarku, aku mengerutkan kening tak mengerti…
“jangan mngatakan selamat tinggal padaku”
Aku semakin tak mengerti…
“aku tak ingin kau meninggalkanku” timpalnya
Aku berjalan mendekatinya, dengan wajah tersenyum, dan memegang pundaknya “aku mengerti, maafkan aku”
“sampai jumpa besok?” sambungku
“mmm” aura di sekitarnya mulai hilang, memang saat ia marah atau perasaan semacam itu, kita akan merasakan sesuatu yang berbeda saat ada di dekatnya, inilah hal kedua yang kusuka darinya.
Esok harinya…
Sebuah sms masuk dari roni mantanku dulu, kubuka sms itu sambil berdandan di cermin
“kau mau pergi rekreasi?”
“ya? memang kenapa?”
“kita pergi bersama ya, aku nggak punya temen bareng, akan ku jemput kau sekarang”
“tapi aku akan pergi bersama fauzan” sayang sekali, smsku yang terakhir tak terkirim, lantaran pulsaku habis…
“tak apalah” pikirku
Beberapa menit kemudian suara motor roni terdengar berhenti di depan rumah, aku pun pamit pada ibu…
Aku keluar dan menemui roni
“kita berangkat sekarang?” tanyanya
“ya” jawabku singkat
Motor roni melaju meninggalkan rumahku jauh di belakang, setelah beberapa menit kami sampai di depan rumah rista, terlihat sudah banyak anak kelas 3 yang sudah siap berangkat…
“fauzan mana?” tanya mira mendekatiku
“mmm entahlah, tapi dia akan ikut” jawabku sekenanya
“ooohhh”
Deru suara motor yang tak asing ku dengar dari jauh mulai mendekat ke rumah rista. Itu fauzan, ia melepaskan helm dan berjalan memasuki teras rumah
“hai zan, kita berangkat sekarang?” tanya tina mendekati fauzan yang tampak kelihatan seram
“mmmm maaf” sambung tina, yang merasakan aura yang tidak enak di dekat fauzan, dan pergi berlari kecil ke arah mira.
Fauzan perlahan mendekati roni, sedang roni mulai tidak enak melihat fauzan mendekatinya…
“kau kenapa?” tanya roni gelagapan
“aku? hahaha kenapa kau bertanya padaku, tanya pada dirimu sendiri” bentak fauzan
Melihat hal ini saldi, andi, reski dan anca berdiri siaga, aku pun mulai kikuk dengan hal ini
“kau apakan fauzan?” tanya mira berbisik takut di dekatku
“aku nggak tahu” jawabku
“jangan pernah kau sentuh zian, meski seujung rambut, aku akan menghajarmu” bentak fauzan mengancam
Roni hanya diam takut, memang roni adalah tipe cowok yang nggak mau nyari gara gara.
“zi, tenangin pacarmu dong, kita takut tahu” bisik tina
Sebenarnya aku juga takut, tapi apa daya, jika sudah begini, hanya aku yang bisa nenangin dia, ku tunggu emosi fauzan mereda, setelah ia sendiri duduk di depan rimbunnya pohon asam dekat garis batas laut dan daratan, kulihat emosinya mulai turun, aku pun mendekatinya dan duduk di dekatnya. Pemandangan tempat rekreasi ini memang sangat indah dan menawan ditambah tempat tempat yang strategis untuk bersantai
Aku mengirup udara sejenak dan memulai pembicaraan
“zan, kamu kenapa tadi?” sahutku pelan
Fauzan tak menjawab dan menolehkan pandangannya ke tempat lain
“maaf ya, sebenarnya aku mau nolak dibonceng sama roni, tapi pulsaku habis saat mau menolaknya” sambungku
Fauzan masih belum mau menanggapiku, ku rogoh tas kecilku dan mengambil hpku…
“kalau kamu nggak percaya, nih buktinya” timpalku memperlihatkan pesan yang tak terkirim itu
Fauzan melirik dan kembali melihat tempat lain dengan muka datar…
“huffftt… baiklah, aku pikir kamu masih mau sendiri” sahutku beranjak meninggalkannya, dan berjalan ke belakang pohon, *bbuuuggg
“aaaghhh…” teriakku kesakitan, aku tersandung oleh akar pohon yang lumayan besar, dan ini membuat luka di lututku, serta kaki kiriku keseleo.
Fauzan berlari dan bergegas menemuiku, ia terlihat cemas, disusul teman teman yang mendengar teriakanku
“kamu nggak apa-apa kan?” tanya fauzan cemas
“nggak apa-apa kok, Cuma luka aja” jawabku bohong, sebenarnya sakit banget apalagi ditambah sikap fauzan yang sangat dingin tadi.
“bisa berdiri kan?” tanyanya lagi
“iya” ujarku berbohong
“ayo kesana, kurasa aku bawa kotak P3K di ransel” seru roni menunjuk batu-batu besar yang cukup dekat dari t4 kejadian
“sini ku bantu berdiri” timpalnya lagi mengulurkan tangan
Dengan cepat cepat fauzan menepis tangan roni
“loe nggak denger yang gue bilang sebelum berangkat tadi?” gertaknya marah, roni jadi kikuk
“ehh ehh, udah udah… jangan bertengkar lagi” seruku melerai perkelahian
“ayo bangun” fauzan memegang tanganku
Aku memaksakan untuk berdiri
“aghhh sakit” teriakku tak bisa berdiri
“sini” fauzan mengangkatku layaknya seorang putri
Melihat hal ini para teman teman bersuit suitan, dan aku jadi tambah malu dibuatnya, sedang fauzan tak menanggapi hal itu, ia tetap dengan muka datar dan cueknya.
Aku didudukkan di atas batu dan fauzan mengobati lukaku
“besok mungkin sembuh, jadi berhati-hatilah”
“iya, maafin aku”
“kau membuatku takut”
“aku tahu, dan…”
Aku terhenti sejenak untuk mengambil nafas dalam dalam
“dan apa?” tanya fauzan heran
“dan bisakah kau meminta maaf pada roni?” tanyaku dengan harap
Sebenarnya aku sudah tahu jawaban yang akan dikatakannya, sebab dia takkan mampu menolak permintaanku apabila aku sedang sakit.
“baiklah akan kulakukan” jawabnya sambil menempelkan 2 plester luka di lutut dan lenganku
“aku juga minta satu hal” sambungnya
“apa?”
“jangan pernah kau buat aku cemas maupun cemburu lagi” tegasnya
“aku tahu, tapikan cemburu tandanya sayang” seruku menggodanya
“aku sudah sangat menyayangimu lebih dari yang kau tahu” sahutnya tersenyum
No comments:
Post a Comment